Review: Reflecting Skin (1990)

Directed by Philip Ridley
Starring : Viggo Mortensen, Jeremy Copper, Dolphin Blue

Cameron : Why don't you play with your friend ?
Seth : They're all dead

Bertempat di daerah pemukiman yang dipenuhi dengan ladang gandum pada tahun 1950, ketika kengerian Perang Dunia II masih terbayang lekat di hampir seluruh penduduk dunia, Reflecting Skin mencoba untuk menggambarkan berbagai macam sifat jahat manusia lewat karakter-karakternya yang tinggal di dalam pedesaan tersebut. Karya debut dari Philip Ridley ini, pada awal mulai dirilis, sempat dibanding-bandingkan dengan karya milik David Lynch yang khas dengan unsur surreal-nya. Salah satu kutipan yang terkenal, muncul dari Roger Ebert yang mengatakan kalau ia lebih suka film ini dibandingkan dengan karya milik David Lynch. Keduanya memang memiliki banyak kesamaan, terutama dari atmosfer dan gaya penokohan karakternya, namun Reflecting Skin, diantara gaya surreal-nya, tetap merupakan film yang linier dan mudah dicerna.

Seth Dove (Jeremy Cooper), anak laki-laki berumur 10 tahun ini, merupakan satu dari sedikit anak - anak yang tinggal di pedesaan itu. Ibunya adalah seseorang yang keras dan tak ragu untuk memukulnya jika ia melakukan kesalahan, dan ayahnya merupakan seorang penjaga pom bensin, yang memiliki sejarah homoseksualitas di dalam dirinya. Tetangganya, Dolphin Blue (Lindsay Duncan), merupakan wanita albino misterius yang tinggal sendirian. Kegemarannya memakai pakaian serba hitam menjadikannya sasaran empuk untuk dikerjai oleh Seth dan kedua temannya,Eben dan Kim.

 Suatu hari, ayah Seth sedang membaca buku tentang vampir di halaman depan rumahnya. Dipenuhi dengan rasa penasaran, Seth kemudian mulai mendapatkan informasi tentang apa itu vampir dan ciri-cirinya. Informasi baru itu membuat imajinasinya menjadi liar. Ia mulai beranggapan kalau Dolphin adalah seorang vampir. Keyakinannya itu semakin besar ketika ia bertamu ke rumah Dolphin, untuk meminta maaf karena pernah mengerjainya. Tak lama setelah kejadian itu, Eben hilang. Hal itu semakin memperkuat dugaan Seth. Ketika, kakak Seth, Cameron Dove (Viggo Mortensen), kembali ke rumah dan jatuh cinta dengan Dolphin. Seth pun mulai mencari cara untuk menggagalkan cinta mereka berdua.


Philip Ridley menggambarkan Reflecting Skin layaknya sebuah kisah dongeng. Dipenuhi dengan alunan musik orkestra dengan volume yang keras, pada dasarnya Reflecting Skin menggambarkan dunia lewat sudut pandang seorang anak kecil, yang sudah terkontaminasi oleh sifat orang dewasa disekitarnya. Tidak ada satupun karakter yang likeable disini, bahkan Seth sekalipun, dengan segala kepolosannya, merupakan anak laki-laki dengan sifat yang dingin dan mengerikan. Pandangan dunia yang rapuh dan rusak ini digambarkan oleh Ridley secara ironis lewat pemandangan hamparan ladang gandum yang menguning indah dan menakjubkan.

Sebagai sebuah film yang sulit didapatkan, Reflecting Skin muncul dengan kualitas yang menakjubkan, bahkan diatas rata-rata. Lewat permainan visualnya yang menakjubkan, Philip Ridley berhasil merajut sebuah kombinasi antara dunia antah berantah dan dunia nyata yang tetap masuk akal dan dapat diterima dengan akal sehat. Gambaran dunia yang mengkontaminasi pikiran yang polos diceritakannya dengan puitis dan indah, namun juga mencekam dan mengerikan. Semua kombinasi tersebut membuat film ini terasa "hampir" sempurna. Hampir, karena terdapat beberapa kelemahan bersifat teknis, seperti akting Seth yang kadang terasa terlalu dipaksakan, dan alur lambat yang membuat film ini sedikit melelahkan.

Reflecting Skin merupakan sebuah harta karun yang menarik, dan menjadi salah satu alasan kenapa berburu film merupakan hal yang menyenangkan. Setelah bertahun - tahun hanya muncul di beberapa negara dalam format DVD yang susah dicari, film ini masih menemui jalan buntu untuk dapat dinikmati oleh penggemar film di seluruh dunia. Beberapa waktu lalu, terdengar kabar soal munculnya film ini dalam format Blu-Ray di Jerman, namun sayangnya, kualitas gambarnya masih jauh dibawah rata-rata.



No comments:

Post a Comment